Bulan ini... bulan Agustus... hampir seluruh rakyat Indonesia pasti hiruk pikuk menyambutnya...
Hampir..? Iya.... hampir.... karena ada segelintir orang... di jagat Indonesia ini... bahkan di alam gempita Jakarta.... yang bahkan tak tahu apa artinya 17 Agustus....
Di sudut Bintaro... kami menemukan mereka... sekumpulan kaum tersisih, yang mengais nasi di sisa-sisa makanan orang lain.... mereka.. adalah para pemulung. Bayangkan, di antara kemegahan rumah-rumah di Bintaro Jaya... tersembunyi sekumpulan pemulung...... Kami mengenal mereka melalui para malaikat yang dengan tulus membekali anak-anak pemulung itu dengan pengetahuan. Jadilah, hari-hari kami mulai terisi dengan kegiatan 'sekolah' tersebut.
Di sekolah itu pula... kami menyadari.. bahwa anak-anak itu sama sekali tidak mengenal Indonesia... yang mereka tahu, hanya Indramayu, kampung halaman mereka. Mereka tidak mengenal 17 Agustus. Bahkan anak-anak itu begitu bingung dengan kenyataan bahwa Indonesia... yang sebegini besarnya..(bahkan lebih besar dari Indramayu)... ada yang melahirkan??? Kalau tidak ada yang melahirkan... bagaimana bisa ulang tahun???
Kami, sama sekali tidak mengerti bagaimana membalik logika tersebut....
Adalah seorang Poetri Soehendro... yang kemudian membantu mereka memahami.. dengan menggunakan kata-kata sederhana.... " duluuuuu... Indonesia dijajah oleh Belanda, oleh Jepang... kalau orang dijajah, nggak boleh ngapa-ngapain... disuruh-suruh terus..... tidak merdeka... naaaahhhh tanggal 17 Agustus, akhirnya Indonesia merdeka, tidak dijajah lagi.... makanya setiap tanggal 17 Agustus, kita memperingati hari kemerdekaan Indonesia..."
Kalimat-kalimat ini seketika diterima oleh mereka (bahkan kami tak paham, betapa mudahnya mereka menerima informasi baru, yang selama ini jauh dari logika berpikir mereka)....
Bersama mereka.... kami merayakan 17 Agustus..... Bersama mereka... kami meyelenggarakan upacara bendera. Upacara yang setelah sekian tahun ditinggalkan, kini kami jalani kembali tanpa paksaan. Upacara yang ternyata bermakna sangat dalam... saat hati ikut menghayatinya. Kami menyanyikan lagu Indonesia Raya bersama-sama... sambil hormat kepada bendera Merah Putih... menyaksikan betapa anak-anak itu (dan orang tuanya) menyanyi dengan lantang dan bersemangat.... menyaksikan betapa kami sendiri begitu menghayati.... menimbulkan tetesan manis di hati.....
Mereka... yang terpinggirkan oleh nasib.... masih berteriak " Setujuuuuuu" dengan penuh semangat kala Poetri Soehendro berteriak : " Indonesia adalah negara kita... meskipun hidup kita susah.... tapi kita tinggal di sini... jadi kita harus tetap cinta Indonesia.... setujuuuu???"...
Jelas merupakan kata yang sama dengan yang diteriakkan anggota dewan di ruang sidang... tapi dengan kepalan tangan mengacung ke atas, dengan suara yang lantang.... kami merasakan ketulusan mereka dalam mengucapkannya....
Mereka yang terpinggirkan oleh nasib.... tak pernah menyimpan dengki dan sakit hati...
Betapa kami harus lebih banyak bersyukur.....
1 comment:
benar sekali. :)
lam kenal esti. met gabung dg blogfam. acc membernya sdh diaktifkan. ditunggu sapa nya di perkenalan.
salam
sa
sketsahati dot com
Post a Comment