Pagi itu, matahari seakan tak mau kehilangan kesempatan bercanda... teriknya menaungi bumi.. memberi harapan, memberi kehidupan.
Bersama teman-teman, aku berbaur di antara keriuhan Minggu pagi di Bintaro sektor 9.. bukan saat-saat yang favorit sebenarnya, tapi kehadiran teman-teman seakan memompakan semangat ke dalam aliran darahku. Meski semalaman kami sibuk bercanda ria, sehingga lelap mata menjadi terlupa, namun pagi itu kami bergerak dengan ceria.
Diiring derai canda sang mentari, kami duduk mengelilingi meja... menyantap dimsum. Enak? Biasa sebenarnya, tapi keriuhan suasana pagi yang meniupkan tawa tak berkesudahan, membuatku merasakan nikmat yang tiada tara....
Sampai..... " Aaaaaarrrrrrrrgggghhhhh...." suara teriakan seorang anak kecil mengejutkanku. Di sampingku, sebuah keluarga dengan 3 anak balita... satu di antara anak itu sedang sibuk memberontak hendak melepaskan diri dari erat genggaman ibunya (atau pengasuhnya?). Dua adik kembarnya, yang kutaksir berumur sekitar 3 tahunan, sama sekali tidak terganggu oleh pemandangan itu...
Sang Ibu sibuk membujuk si Kakak..."Kakak... Kakak... sini.. lihat Ibu... ayo, lihat Ibu..." bujuknya berulang-ulang dengan suara yang cukup tegas.
Saat si Kakak berhasil menatap wajah ibunya.. seketika itu dia menjadi tenang. Ibunya kemudian merengkuh si Kakak dalam dekapnya, sementara sang ayah sibuk menanyai kedua anak kembarnya, apa yang mereka inginkan untuk sarapan.
Namun, tak sampai 5 menit kemudian, si Kakak kembali berteriak, kali ini lebih histeris. Bujukan sang Bunda tak lagi didengarnya. Ia sibuk meronta-ronta. Kali ini Sang Ayah turun tangan. Digendongnya bocah 5 tahun itu, dan didekapnya dengan penuh kasih. Perlahan, teriakan histeris itu berkurang, sampai akhirnya diam sama sekali. Si Kembar.... terabaikan...
Begitu pesanan mereka datang, si adik-adik dengan riang gembira segera berebut makanan, sementara si kakak tetap dalam dekapan ayahnya. Bocah-bocah kembar itu makan dengan tertib, hampir tak ada suara yang kelaur dari mulut keduanya. Bahkan, karena begitu tertibnya, sejenak perhatianku sempat teralih ke tempat lain.
Canda ria ku bersama teman-teman seketika terhenti, saat aku kembali mendengar pekik sang Ibu... "Adek.. adek... jangan .... jangan begitu ke Kakak...."
Tatkala aku menoleh, kulihat si Kakak sedang berusaha merebut sendok si adik, dan adiknya mempertahankan. Sejenak kemudian, kembali si Kakak mengamuk... teriakannya membahana ke mana-mana.
Aku memperhatikan raut muka si kembar.... keringat yang mengucur dari salah satu bocah kembar itu, akibat rebutan sendok dengan kakaknya, mengaliri dahi mungilnya. Matanya sekilas menatap si kakak yang terus mengamuk. Lalu, perlahan ia mengalihkan pandangan, dan mulai makan.
Tetap tanpa suara, tapi kali ini lebih memilukan. Kedua bocah kecil itu sama sekali tak mengangkat mukanya. Mereka makan dalam tunduk dan diam. Suapan yang semua begitu bersemangat, kini seolah begitu berat diayunkan. Sang Kakak yang akhirnya diajak pergi oleh ayahnya, tetap menyisakan teriakan-teriakan yang kian sayup.
Ibunya, yang tertinggal bersama si kembar, mencoba mencairkan suasana... " Ibu suapin ya?..." dan tak ada gerakan berarti dari si kembar... entah menolak.. entah menerima... entah tak peduli....
Leherku tercekat. Dim sum kegemaran, semakin terasa bak duri yang menyakitkan. Keluarga itu... mencoba tetap berbagi kasih, di antara penat mengurus anak sulungnya yang autis.. dan si kembar yang merasa tersisih..... Tentu itu semua hanya bergulat di kepala dan hatiku...
Penyakit hati... yang tak terobati.
1 comment:
Duh Alhamdulillah, apa kabar mbak hesty, itu di foto siapa yah ?
Post a Comment