Tuesday, June 24, 2008

Dari pojok ketakutan terdalam

Lingkaran bayangan itu begitu kuat melekat di benakku, bahkan setelah aku meletakkan gagang telepon. Gagang telepon yang baru saja menyambungkan getar rasa yang kuat .. dari mu..
Perlahan, bayangan itu semakin menguat, dan menjelma menjadi runtutan kejadian yang seakan nyata.

*****

... suara langkah itu bagai dentuman bom di telingaku. Serempak seluruh alarm tubuhku meneriakkan peringatan dan menyalurkan butir-butir ketakutan, yang tak mampu lagi aku cegah. Sigap mataku nyalang menjelajah, mencari secercah terang yang bisa menyelamatkanku, meski aku tahu itu sia-sia. Seperti yang selalu terjadi, setiap sudut rumah ini tak pernah mampu memberikan rasa aman bagiku, dan Suci.

SUCI....???!!!

Dan irama ketakutanku seketika menjelma mejadi cengkeraman ngeri yang jauh lebih mencekam. Hatiku teremas. Di mana Suci??

Bergegas mata dan kakiku berlomba menelusuri tiap sudut, untuk menemukan sosok mungilnya. Pacuan adrenalin mulai menggerogoti darahku. Aku harus segera menemukannya...
Kengerianku semakin mencengkeram, saat aku perlahan mendengar derit pintu pagar terbuka. Tuhan.. ke mana lagi harus aku cari anakku...
Dan aku tercekat.. tiap sudut sudah kujelajahi, kecuali...

"Kenapa kamu main di luar?!"
Gelegar suara itu menunjukkan di mana gadis kecilku berada. Melayang, aku segera berlari menuju teras depan.

Tanpa sempat aku mendengar jawaban Suci, deretan bentakan mulai bergaung di dinding-dinding rumah.
Dan di sana, di teras rumah, aku menemukannya sedang mencengkeram rambut anakku...

***
aku nggak bisa nyelesaiin ini... terlalu mencekam buatku..

1 comment:

meyrinda said...

ahh, iya, ceritanya mencekam. Real ato fiktif ya? btw lam knal mba