Monday, September 23, 2013

Truk Merah Ungkapan Rindu

Tanpa sengaja mataku terikat pada satu sosok yang duduk terbungkuk di sisi sepedanya. Ada tulisan tangan "DIJUAL" di sadel sepeda itu. Dan di boncengan sepeda, ada 3 buah mainan truk kayu sederhana. Truk kayu yang pada masa kecilku pernah begitu berjaya menjadi mainan idola anak-anak. Sesaat, ketika mobil di depanku bergerak maju, sempat sekilas aku menangkap raut renta yang nampak lelah.


Aku melaju pelan. Raut wajah itu masih 'mengikuti'ku. Tak tahan....aku berhenti di sisi jalan, dan mobil pun kuputar balik. Kembali padanya. Tergesa aku turun dari mobil dan berlari ke arahnya.

"Pak, saya mau beli truknya. Berapa?"
"60 ribu neng.." tak urung sorot mata heran menyembul dari balik tatapan penuh harap itu.
Aku tersenyum. Sedikit di atas bayanganku. Tapi, ya sudahlah, toh selama ini aku pernah beli mainan seharga ratusan ribu, tanpa pernah sedetikpun mempertimbangkan 'kelayakan' harganya. Ya tentu saja karena belinya di mall yang bergengsi, bukan di pinggir jalan, bukan barang yang ada di boncengan sepeda.

"Mau yang merah ya Pak.."
Sorot mata itu nampak begitu lega. "Mau neng? Iya yang merah Bapak ambilin"
Kuulurkan lembar 100 ribuan yang masih begitu licin. Tangannya gemetar menyambut uang itu.
"tunggu ya neng..." dan ia pun berjuang mengeluarkan semua uang yang ia miliki. Lembaran seribuan kumal, sekilas kuhitung sekitar 4 lembar, kemudian 3 lembar lima ribuan. "kembaliannya gak cukup neng, belum dapet uang seharian. Neng ambil 2 aja truknya.." suaranya bergetar. Tangan keriput itu gemetar menyodorkan semua uang yang ia miliki.

Dan tanpa bisa kucegah, ingatanku lari pada tangan keriput lain...tangan keriput yang aku cintai. Tangan itu juga gemetar saat berjuang memasukkan sendok ke mulutnya. Menyuapkan es krim yang kubuat khusus untuknya....
Tangan Bapak...

Hati tercekat.

Tak mau berlama-lama dalam situasi itu, kusambar 2 lembar 5 ribuan. "Ini aja kembaliannya Pak, sisanya buat Bapak."

Wajah renta itu memandangku terpana. Kuraih truk merahku, dan aku lari ke mobil. Sama sekali tak memberinya kesempatan mengucapkan apapun

Pak Tua... terima kasih telah memberiku tempat untuk meluapkan rinduku pada Bapak. Terima kasih telah memberiku kesempatan melakukan hal yang ingin kulakukan untuk Bapak. Terima kasih untuk memberiku kesempatan menyalurkan cintaku untuk Bapak...

Kuusap airmataku sambil kutatap Pak Tua itu....yang juga sedang mengusap airmatanya....


No comments: